Newest Post
// Posted by :Pika
// On :Selasa, 05 Januari 2016
A. Perkembangan
sejarah obat
Yang dimaksud dengan obat ialah semua zat baik
kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menuyembuhkan,
meringankan atau mencegah penyakit berikut gejala-gejalanya.
Kebanyakan obat yang digunakan dimasa lampau adalah
obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara mencoba-coba, secara empiris orang
purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan
untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan
dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan
tradisional jamu di Indonesia.
Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal
dari tanaman yang dikenal dengan sebutan obat tradisional (jamu). Obat-obat
nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang
seringkali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya.
Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun
ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam
tanaman-tanaman sehingga menghasilkan serangkaian zat-zat kimia sebagai obat
misalnya efedrin dari tanaman Ephedra
vulgaris, atropin dari Atropa belladonna,
morfin dari Papaver somniferium, digoksin
dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia serpentina, vinblastin dan
vinkristin adalah obat kanker dari Vinca
rosea.
Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat-obat
sintesis, misalnya asetosal,disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya.
Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan pengunaan obat obat
kemoterapeutik sulfanilamide (1935) dan penicillin (1940). Sejak tahun 1945
ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini
menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.
Penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih dari 500
macam obat setiap tahunnya, sehingga obat-obat kuno semakin terdesak oleh
obat-obat baru. Kebanyakan obat-obat yang kini digunakan ditemukan sekitar 20
tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat
modern tersebut.
B. Definisi
dan pengertian
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun
fisikanya, kegiatan fisiologi, resorbsi, dan nasibnya dalam organisme hidup.
Dan untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya,
serta penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu
khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu :
1. Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang
berasal dari tanaman dan zat-zat aktifnya, begitu pula yang berasal dari
mineral dan hewan. Pada zaman obat sintesis seperti sekarang ini, peranan ilmu
farmakognosi sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya
sebagai sumber untuk obat-obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris
telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai
digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae
(penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa
biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici
(antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum
parthenium) sebagai obat pencegah migraine.
2. Biofarma, meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek
terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar
menghsilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk
diresorpsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan
biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang
mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai
berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
3. Farmakokinetika, menekiti perjalanan obat mula dari saat
pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah dan
distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain. Begitu pula bagaimana
perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal.
Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan
oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup
terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang
ditimbulkannya. Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan
oleh obat terhadap tubuh.
5. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat
terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika,
karena efek terapi obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya
setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan
merusak organisme. ( “Sola dosis facit
venenum” : hanya dosis membuat racun, Paracelsus )
6. Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau
gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara
khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan
penyakit di pihak lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar
empiris). Phytoterapi menggunakan zat-zat dari tanaman untuk mengobati
penyakit.
Obat-obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi
dalam tiga golongan besar sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis, yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan
mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam
tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis, dapat membunuh parasit dan kuman didalam tubuh tuan
rumah. Hendaknya obat ini mempunyai kegiatan farmakodinamika yang
sekecil-kecilnya terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh
sebesar-besarnya terhadap sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan
mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat-obat neoplasma (onkolitika,
sitostatika, obat-obat kenker) juga dianggap termasuk golongan ini.
3. Obat diognastik merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis
(pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran
lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium
propanoat dan asam iod organik lainnya.
C. Farmakope
dan Nama Obat
Farmakope adalah bukuresmi yang ditetapkan hukum dan
memuat standarisasi obat-obat penting serta persyaratannya akan identitas,
kadar kemurnian, dan sebagainya, begitu pula metode analisa dan resep sediaan
farmasi. Kebanyakan negara memiliki farmakope nasionalnya dan obat-obat resmi
yang dimuatnya merupakan obat dengan nilai terapi yang telah dibuktikan oleh
pengalaman lama atau riset baru. Buku ini diharuskan tersedia pada setiap
apotik.
Pada tahun 1962 telah dikeluarkan buku yang mengandung
bahan-bahan galenika dan resep jilid I lalu disusul tahun 1965 dikeluarkan
jilid ke II. Farmakope Indonesia jilid I dan II telah direvisi menjadi
Farmakope Indonesia Edisi II yang mulai berlaku sejak 12 November 1972. Pada
tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III kemudian Farmakope Indonesia
Edisi IV pada tahun 1996.
Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah
diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu obat resmi yang mencakup zat,
bahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi
tidak dimuat dalam Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope
Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku
persyaratan mutu obat resmi disamping Farmakope Indonesia.
Disamping kedua buku persyaratan mutu obat resmi ini
pada tahun 1996 telah diterbitkan pula sebuah buku dengan nama Formulanum
Indonesia yang memuat komposisi dari beberapa ratus sediaan farmasi yang lazim
diminta di apotik. Buku ini sudah direvisi pula dan edisi kedua dari buku ini
telah diberlakukan per 12 November 1978 dengan nama Formularium Nasional.
Obat paten atau spesialite adalah obat milik suatu
perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, yaitu merk terdaftar atau
proprietary name. Banyaknya obat paten dengan beraneka ragam nama yang setiap
tahun dikeluarkan oleh industri farmasi dan kekacauan yang diakibatkannya telah
mendorong WHO untuk menyusun Daftar Obat dengan nama-nama resmi. Official atau
generic name (nama generik) ini dapat digunakan disemua negara tanpa melanggar
hak paten obat bersangkutan. Hampir semua farmakope sudah menyesuaikan nama
obatnya dengan nama generik ini, karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis. Dalam buku ini digunakan pula nama
generik, untuk jelasnya di bawah ini diberikan beberapa contoh :
No.
|
Nama Kimia
|
Nama Generik
|
Nama Paten
|
1.
|
Asam asetilsalisilat
|
Asetosal
|
Aspirin (Bayer)
|
|
|
|
Naspro (Nicholas)
|
2.
|
Aminobenzil penisillin
|
Ampisilin
|
Penbritin (Beecham)
|
|
|
|
Ampifen (Organon)
|