Newest Post
// Posted by :Pika
// On :Kamis, 27 Agustus 2015
CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa
produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
Peraturan
tentang wajib menerapkan CPOB bagi industri farmasi didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Langkah
tersebut diikuti dengan keluarnya Surat
Keputusan Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang direvisi pada tahun
1990.
Pada
tahun 2001 Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) menerbitkan revisi CPOB yang
dikenal juga dengan CPOB terkini. Pedoman CPOB yang diterbitkan pada tahun 1988
dan 2001 meliputi 10 aspek, yaitu ketentuan umum, personalia, bangunan dan
fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi
diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat
kembalian serta dokumentasi.
Pada
tahun 2006 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu c-GMP (current
Good Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB
yang dinamis. Dibandingkan
dengan edisi sebelumnya (CPOB edisi 2001), pedoman CPOB edisi 2006 mengandung
perbaikan sesuai persyaratan CPOB terkini antara lain “Kualifikasi dan Validasi”, Pembuatan dan Analisis Obat berdasarkan
Kontrak” dan “Pembuatan Produk Steril”. Disamping itu juga terdapat
penambahan beberapa bab yaitu “Manajemen
mutu”, ‘Pembuatan Produk Darah, “Sistem Komputerisasi” dan “Pembuatan Produk
Investigasi untuk Uji Klinis”.
CPOB
terkini (CPOB : 2006) atau c-GMP
merupakan salah satu upaya pemerintah (Badan POM) untuk menjamin khasiat,
keamanan, dan mutu obat produksi industri farmasi Indonesia agar sesuai dengan
standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri mampu bersaing baik
untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor. Disamping itu, penerapan c-GMP juga mendorong industri
farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk
pemilihan fasilitas produksi yang paling memungkinkan untuk dikembangkan.
ASPEK-ASPEK PADA CPOB
Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang
memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di
bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12
aspek yang dibicarakan, yaitu :
1.
Manajemen Mutu
2.
Personalia
3.
Bangunan dan Sarana Penunjang
4.
Peralatan
5.
Sanitasi dan Higiene
6.
Produksi
7.
Pengawasan Mutu
8.
Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9.
Penanganan Keluhan Terhadap
Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Produk Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan
dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi
dan Validasi
1.
Manajemen Mutu
Industri
farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara
konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Mutu
suatu produk tergantung pada :
o Bahan
awal
o Proses
pembuatan
o Pengawasan
mutu
o Bangunan
o Peralatan
yang digunakan
o Personalia
Untuk
menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu
memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen
adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke dalam produk,
dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan konsumen.
Bagian
Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a.
Quality Control (Pengawasan Mutu)
b.
Quality Assurance (Pemastian
Mutu)
2.
Personalia
Kualitas sediaan obat yang
dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah satu faktor
terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur produksi hanya bisa
terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan
tingkat pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil hendaklah memahami
prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Personel yang bekerja di industri farmasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
Sehat
b.
Kualifikasi sesuai dengan
pendidikan
c.
Berpengalaman
d.
Jumlah karyawan harus
sesuai/memadai
e.
Setiap karyawan tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan
f.
Harus ada pelatihan secara
berkala
3.
Bangunan dan Sarana Penunjang
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan
dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga
setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain
yang dapat menurunkan mutu oba dapat dihindarkan dan dikendalikan.
Desain dan tata letak ruang
hendaklah memastikan :
a. Kompatibilitas dengan kegiatan
produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang
berdampingan.
b. Pencegahan area produksi
dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau
produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang
diproses.
4.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat
hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang
memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap
produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan
pembersihan.
Penataan peralatan di desain sedemikian rupa
sehingga dalam satu ruangan hanya terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak
terjadi pencemaran silang. Peralatan yang digunakan untuk produksi juga harus
di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah
dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan
bersih dan kering.
5.
Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, alat produksi beserta
wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak
timbul penyakit yang pada akhirnya akan merugikan manusia.
Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu.
6.
Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi
oleh personel yang kompeten.
Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi
pencemaran silang adalah :
* Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan
untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup,
dan sediaan yang mengandung bakteri hidup dan produk biologi lain serta produk
darah)
* Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap
udara
* Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan
oleh udara yang disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau
udara yang diolah secara tidak memadai
* Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area
di mana produk yang berisiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses
* Melaksanakan prosedur pembersihan dan
dekontaminasi yang terbukti efektif, karena pembersihan alat yang tidak efektif
umumnya merupakan sumber pencemaran silang.
Agar mutu obat selalu
terjaga, maka dilakukan IPC (In Process
Control) oleh bagian Quality Control.
IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila ditemukan adanya
ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka proses
dihentikan sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.
7. Pengawasan
Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian
yang essensial dari cara pembuatan obat yang baik, untuk memberikan kepastian
bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas
pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi
dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan.
8.
Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian
apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB.
9.
Penanganan Keluhan Terhadap
Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
a. Penarikan kembali obat jadi. Penarikan
kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini
dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah medis yang menyangkut fisik,
reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya
dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Indak lanjut
dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan obat, dan dilaporkan kepada
pemerintah yang berwenang.
b. Obat kembalian. Obat
kembalian dapat digolongkan sebagai berikut : obat yang masih memenuhi
spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.
10.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu.
Setiap hal yang di kerjakan selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang
dikerjakan selalu mengacu pada SOP (Standar Operating Procedure)
11.
Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pembuat Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas karena menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak.
12.
Kualifikasi dan Validasi
Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan.
Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen yang
setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan jelas.
itu background nya anime apa ya?
BalasHapusMaaf sku juga kurang tau
HapusKok bingung yaa😅
BalasHapusReferensi nya manaa?
BalasHapusNgak faham
BalasHapusterima kasih
BalasHapus